Sabtu, 26 Juni 2010

Rahasia Niat

MENGUAK HADITS NABI
Oleh ; Muh Khosim
PP. Al Musyaffa’

Rahasia Niat

إِنَّمَاالأَعْمَالُ بِالنَّيَّةِ فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ
وَإِنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى الدُّنْيَا أَوِامْرَأَةٍ يُنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya, maka barang siapa yang hijrahnya (tujuannya) kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan jika hijrahnya kepada dunia atau pada seorang wanita untuk dinikahi, maka hijrahnya ( mendapati) pada apa yang dihijrahi (yang menjadi tujuannya)”

Perlu kita ketahui bersama, apa itu niat ?. Niat menurut agama adalah bermaksud melakukan sesuatu yang disertai dengan pekerjaan. Akan tetapi menurut Al Imam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad Al Ghazali di dalam kitabnya Ihya’ ulumiddin juz 4 halaman 362, di situ diterangkan, bahwa niat adalah gerak hati yang timbul secara seketika yaitu tatkala seseorang melihat sesuatu yang ada di hadapan mata. Kadang-kadang ada sebagian orang bahkan kebanyakan orang dalam mentafsirkan hadits diatas kurang begitu benar.
Orang beranggapan, jika dirinya melakukan suatu pekerjaan asal niatnya baik, maka akan selamat dari tipu daya syaitan. Ia tidak mengetahui bahwa syaitan itu lebih cerdik dan lebih lihai untuk menggoyahkan hati seseorang. Oleh karena itu tidak sedikit dari kita dalam melakukan pekerjaan yang awal mula berniat baik tetapi setelah di pertengahan berubah menjadi buruk. Seperti orang melakukan sholat, mengucapkan kalimat “Allahu Akbar” dalam takbir, mungkin hatinya bisa khusuk, tetapi setelah takbir selesai berubah menjadi riya’. Yang demikian itu disebabkan karena pandangan dirinya tertuju ke arah wanita cantik, sehingga niatnya berubah seketika. Yang awalnya lillahi ta’ala berubah menjadi riya’, disebabkan dirinya ingin di sebut sebagai orang khusuk didalam sholat.
Contoh yang sederhana ini sering kita jumpai bahkan pada diri kita sendiri juga pernah mengalaminya. Benar apa yang dikatakan oleh Al Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali “ Niat seseorang bisa berubah disebabkan karena satu kali pandangan, jika pandangan berubah maka secara otomatis niat yang ada di dalam hati akan berubah”. Sebab niat adalah ruh bagi amal dan amal tanpa disertai niat yang tulus merupakan perbuatan riya’. Oleh sebab itu niat harus dijaga jangan sampai goyah atau lepas dari suatu pekerjaan yang sedang dilakukan.
Pada hakekatnya jika pekerjaan yang kita lakukan itu baik dan didasari dengan niat yang baik pula, maka hasil yang diperoleh juga akan baik. Sebaliknya jika pekerja tersebut buruk dan didasari dengan niat yang buruk pula, maka pekerjaan yang kita lakukan akan menghasilkan pekerjaan jelek pula. Seperti apa yang telah dikatakan dalam satu kata hikmah yang berbunyi :


كَمَا كَانَتِ الأَشْجَارُ كَانَتِ الأَثْمَارُ
“ Begitu pohonnya, begitu pula buahnya ”
“As The Tree Is, Such Is The Fruit”
Akan tetapi juga ada suatu pekerjaan yang dibilang jelek, kemudian didasari dengan niat yang baik, maka akan menjadi baik bahkan akan mendapatkan pahala. Seperti orang yang menolong kepada seseorang yang tengah dicari oleh penjahat yang disembunyikan di dalam rumahnya. Ketika ditanya, ia menjawab tetapi dengan cara berbohong. Maka perbuatan bohong tersebut adalah baik dan mendapatkan pahala, sebab telah ia menyelamatkan nyawa orang lain.
Dan perlu diperhatikan juga yaitu, jangan menggunakan atau mengambil hadits Nabi secara mentah-mentah. Dalam hal ini, mentah-mentah adalah tidak mengetahui latarbelakang atau sebab dan musabab hadits tersebut disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. Sehingga yang terjadi, orang melakukan pencurian atau perampokan yang didasari dengan hadits “ bahwa sesungguhya amal itu tergantung niatnya ” ia tidak mengerti bahwa perbuatannya itu sama halnya dengan seseorang yang membersihkan najis akan tetapi cara membersihkan atau menghilangkan dengan sesuatu yang najis pula. Maka tidak akan menjadi suci bahkan najisnya malah bertambah.
Dan ada juga sebagian orang menyangka, bahwa perbuatan maksiat bisa berubah menjadi perbuatan ta’at disebabkan niat. Seperti si A mengguncingkan keburukan si B kepada orang lain dengan alasan agar hati si B tidak sakit hati, sebab si B tidak mendengar penuturan si A. tujuan si A ini bagus akan tetapi perbuatannya buruk. Oleh karena itu jika anda tidak tahu maka bertanyalah kepada orang yang tahu. Sebab mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan.
Sebab tidak ada sesuatu yang bisa mengetahui perbuatan yang baik itu bisa dinamakan baik, kecuali hanya bisa diketahui dengan ilmu agama. Maka sungguh jauh sekali jika kejelekan bisa menjadi suatu kebaikan. Sehingga dalam hal ini Nabi Muhammad saw bersabda :
لاَيُعْذَرُ الْجَاهِلُ عَلَى الْجَهْلِ وَلاَيَحِلُّ لِلْجَاهِلِ أَنْ يَسْكُوْتَ عَلَى جَهْلِهِ وَلاَ لِلْعَالِمِ أَنْ يَسْكُوْتَ عَلَى عِلْمِهِ
“Tidak diberi ampun yaitu orang yang tidak tahu dengan kebodohannya, dan tidak halal bagi orang bodoh untuk berdiam diri dari kebodohannya, begitu juga tidak halal bagi orang pintar untuk berdiam diri dari ilmunya”
Jadi dapat diambil kesimpulan, bahwa hadits Nabi Muhammad saw ( إِنَّمَاالأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ) kalau dilihat dari kandungan isinya mengkhususkan pada tiga macam pokok permasalahan yaitu :
1. Ta’at bisa berubah menjadi maksiat disebabkan karena tujuannya. Seperti orang yang beribadah yang bertujuan agar dipandang sebagai orang yang shaleh.
2. Maksiat sama sekali tidak bisa berubah menjadi perbuatan ta’at disebabkan tujuannya. Seperti yang telah dipaparkan diatas.
3. Mubah bisa berubah menjadi maksiat dan juga bisa berubah menjadi ta’at disebabkan karena tujuannya. Seperti orang yang makan, jika olehnya makan tujuannya untuk menguatkan ibadahnya, maka dengan otomatis menjadi suatu amal ibadah. Dan apabila olehnya makan karena menuruti hawa nafsu belaka, maka perbuatannya itu menjadi perbuatan maksiat.
Oleh karena itu hendaknya ketika melakukan suatu perbuatan, haruslah disertai dengan niat yang baik. Sehingga apa yang dikerjakan akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Walaupun pekerjaan itu remeh menurut kita. Seperti halnya makan, minum, tidur dengan tujuan agar bisa melakukan ibadah dan kemudian nikah dengan tujuan ingin menjaga agamanya, serta memperbanyak keturunan yang sholeh dan giat dalam menjalankan ibadah kepada Allah swt, juga untuk memperbanyak umat Nabi Muhammad saw, maka orang tersebut telah berbuat ta’at kepada Allah swt.
Jadi, jika semua perbuatan itu diniati semata-mata untuk hal ibadah taqarrub yaitu mendekatkan diri kepada Allah swt, bukan untuk yang lain maka akan mendapatkan pahala dari-Nya. Oleh karena itu, jika kita hendak melakukan sesuatu, hendaknya niat kita harus ditata lebih dahulu agar lebih yakin ketika melakukan pekerjaan yang kita hadapi. Dan tidak berubah karena godaan dari syaitan.

1 komentar: